Selasa, 12 Oktober 2010

Mengejar Gaya Hidup dan Mengabaikan Kompetensi

Mengejar Gaya Hidup dan Mengabaikan Kompetensi
Oleh: Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Istilah competence dan performance sering muncul berdampingan. Competence atau kompetensi berarti kemampuan dan performance berarti penampilan. Kompetensi adalah prilaku yang tidak terlihat yang dimiliki oleh seseorang, kompetensi atau kemampuan merupakan energi penggerak bagi seseorang dalam melakukan aktifitas. Sementara itu, performance atau penampilan adalah prilaku seseorang yang bisa dilihat. Penampilan seseorang, kualitasnya tergantung pada gaya hidup seseorang.

Kesadaran dan kepedulian orang terhadap keberadaan kompetensi cukup tinggi. Hampir semua orang tua mendorong anak-anak mereka agar memiliki kompetensi yang tinggi. Sejak usia bayi, anak dilatih berbicara agar memiliki kompetensi berkomunikasi dengan anggota/ anggota keluarga masyarakat. Kemudian melatih mereka dalam berhitung dan begerak agar memiliki kompetensi numerical (angka-angka) dan kompetensi kinestetik (gerak). Selanjutnya orang tua menyerahkan pendididikan anak ke mushola dan mesjid agar mereka memiliki kompetensi relijius atau kompetensi spiritual.

Sebenarnya cakupan kompetensi itu cukup luas. Dahulu anak yang cerdas atau kompeten kalau ia memiliki IQ (intelligent quotient) yang tinggi. Kemudian anak yang kompeten adalah anak yang memiliki kecerdasan berganda. Selanjutnya anak yang kompeten menurut Bobbi De Porter (dalam Zamroni, 2000: 131) adalah kalau mereka memiliki kecerdasan berganda dengan delapan kompetensi (kecerdasan) yaitu: kecerdasan space (mengenal ruangan), kinestik (gerak), music, intrapersonal (mengenal/ memahami pribadi sendiri), interpersonal (memahami pribadi orang lain), logika/ matematik dan verbal atau bahasa.

Sejak kecil hingga dewasa atau sejak sekolah di bangku SD hingga bangku SLTA atau bangku Universitas, setiap orang mungkin telah melalui puluhan kali test (ujian), apakah itu namanya ulangan harian, ulangan semester, ulangan umum, kemudian ujian nasional, ujian masuk sekolah, dan ujian masuk Perguruan Tinggi. Ujian atau ulangan itu semua berguna untuk menguji dan mengukur kompetensi yang dimiliki seseorang atas mata pelajaran atau mata ujian tertentu. Ada banyak guna ujian dalam kehidupan, seperti ujian untuk memperoleh SIM (Surat Izin Mengemudi), ujian untuk memperoleh sertifikat, kemudian ujian dalam sekolah, ujian dalam organisasi dan dalam klub-klub sosial- misal ujian untuk seleksi pertukaran pelajar antar negara.

Saat berusia muda, banya orang yang peduli dengan eksistensi kompetensi atau kemampuan. Tamat dari SMP banyak siswa yang mencari sekolah lanjutan yang menjanjikan bisa meningkatkan kompetensi akademik mereka. Ayah dan ibu juga sangat peduli untuk memilihkan sekolah terbaik buat anak-anak mereka. Malah tidak itu saja, atas nama untuk meningkatkan kompetensi maka banyak siswa yang setelah pulang sekolah buru buru untuk mengikuti bimbel (bimbingan belajar) dan kursus mata pelajaran yang lain. Sekali lagi bahwa itu semua mereka lakukan agar memiliki kompetensi akademik yang bagus.

Seiring dengan kata kompetensi, sekali lagi, ada kata performance atau penampilan. Banyak orang yang sejak kecil juga sangat peduli dengan eksistensi performance. Cakupan performance itu sendiri juga banyak, tergantung kepada paparan seseorang. Gadis kecil kelas satu atau kelas dua sekolah dasar,sebagai contoh, merengek minta dibelikan tas berwarna pink, celana jean, boneka Barbie dan pita rambut. Ini semua adalah demi penampilan atau gaya hidup yang ia mimpikan. Sementara itu seorang anak laki-laki kecil mendesak sang ayah agar membelikan mainan pistol, sepatu boot, topi, jaket untuk bisa bermimpi dan meniru penampilan toko kartunnya.

Performance atau gaya hidup seseorang memang berbeda berdasarkan selera. Gaya hidup juga memang bisa berbeda sesuai dengan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, latar belakang, kekuatan financial dan berdasarkan musim serta tempat tinggal. Gaya hidup dalam usia remaja tentu berbeda dari gaya hidup anak-anak dan orang dewasa. Remaja sangat sibuk memperhatikan penampilan fisiknya. Mereka, misalnya, sangat peduli dengan kondisi rambut, kulit dan kondisi tubuh. Mereka merasa sangat sedih dan risih kalau ternyata kondisi tubuh tidak ideal, misal merasa kegemukan, merasa kurus, merasa pendek, terlalu jangkung atau warna kulit beda dari teman.

Dalam usia ini mereka ingin terlihat serba ideal dan tidak ingin tampil terlalu berbeda dari kelompok mereka. Merasa merasa sedih kalau ternyata berbeda. “Mengapa papa ku miskin dan papa teman kaya, mengapa aku bodoh dan teman pintar, mengapa rumahku jelek dan rumah teman bagus, mengapa penampilan mamaku agak kampungan dan mama teman ceras dan cantik”.

Secara umum bahwa ada orang yang peduli dengan competence dan sekaligus dengan performance/ gaya hidup. Ada orang yang hanya peduli dengan competence dan ada yang hanya peduli dengan gaya hidup dan masa bodoh dengan urusan competence.

Salah seorang teman penulis, dua puluh lima tahun yang lalu, tergolong berotak encer. Hari hari diisi hanya dengan belajar melulu dan hampir masa bodoh dengan urusan gaya hidup. Teman-teman hanya mencari dan membutuhkannya saat menjelang ujian dan selepas itu seolah-olah ia dilupakan lagi. Ya itu karena ia kurang peduli dalam bergaya dan mengikuti trendy dalam bergaul.

Juga salah seorang (pria), yang tidak perlu disebut namanya, memiliki pengetahuan dan wawasan yang cukup luas. Ia sendiri telah menyelesaikan pendidikan post graduatenya di luar negeri namun ia tidak banyak peduli dengan persoalan gaya hidup atau penampilan. Sehingga saat diundang untuk berceramah dalam seminar dan ia datang dengan sepeda motor bebek. Ternyata peserta tidak banyak yang mendengar isi ceramahnya. Dan pada lain kesempatan ia pun diundang untuk berceramah ditempat lain, kali ini kebetulan ia datang/ diantar dengan mobil cadilac mengkilat. Ternyata peserta banyak yang memnyambutnya malah pengunjung membludak. Sungguh competence perlu diimbangi dengan penampilan/ gaya hidup.

Adalah suatu fenomena bahwa saat liburan panjang banyak orang yang mengadakan acara reuni. Begitu pula saat lebaran banyak orang mengadakan kegiatan halal bil halal. Mereka menyelenggarakan temu ramah, temu kangen atau silaturahmi dalam gedung atau tempat yang ditentukan. Ada teman teman penulis mengatakan bahwa ia mengurungkan niatnya untuk bergabung dengan acara reuni saat melangkah ke dalam lokasi acara. Karena ia melihat penampilan teman-teman yang “serba wah”. Istri cantik, anak anak lincah dan lucu. Ia sendiri merasa penampilannya biasa-biasa saja. Sementara itu ditempat parkiran telah berjejer mobil mobil mewah. Sang teman sendiri sampai ke tempat acara hanya dengan menyewa ojek. “Wah aku batal untuk ikut acara reuni, soalnya teman-teman lama saya tidak level dengan saya mereka semua datang pake mobil mewah dan saya takut kalau sangat berbeda dengan mereka”.

“Wah jangan berfikian begitu dulu, kawan. Satu dua dari mereka memang punya mobil mewah milik mereka sendiri. Namun yang lain tentu sama saja dengan kita, mereka kan juga pegawai kecil dan pedagang kecil. Jangan terpedaya dengan penampilan mobil mewah, karena bisa jadi mobil mereka adalah mobil kreditan jangka lama dan mencicil untuk memaksakan gaya hidup. Dan yang lain bisa jadi mobil mewah mereka adalah mobil pinjaman dan mobil rental”. Memang benar, ada telpon dari hape teman mengatakan bahwa ia harus memperpanjang rentalan mobil buat tiga hari lagi. Wah lagi-lagi gaya hidup bisa jadi pelipur kehidupan.

Kadang kadang kita terlalu menomorsatukan gaya hidup dan mengabaikan kualitas. Malah ada yang berpendapat bahwa biar hidup susah di rantau orang namun bila pulang kampung pantang untuk memperlihatkan penampilan hidup yang susah. Maka bila musim mudik lebaran tiba, mereka membenahi gaya hidup, pinjam sana- pinjam sini (maaf) ada yang memakai perhiasan pinjaman atau perhiasan imitasi sehingga orang kampung tetap berdecak kagum memandang mereka sebagai orang yang sukses di rantau “wah enak ya di rantau..!”.

Kompeten memang penting untuk dimiliki dan gaya hidup juga penting. Melalui gaya hidup orang bisa memperlihatkan jati dirinya. Sebagian ada yang tampil dengan busana keagamaan, memberi isyarat bahwa mereka mengamalkan ajaran agama yang sempurna (tentu sangat bagus). Ada yang berpenampilan bahwa mereka adalah pencinta group musik metalika atau penggemar olahraga tertentu. Lewat penampilan mereka juga ingin menunjukan bahwa mereka adalah orang elite dan orang yang eksklusif.

Banyak orang yang juga peduli dengan kualitas diri (kompetensi diri). Hari hari mereka diisi dengan aktivitas belajar. Bila pulang ke rumah ya selalu membawa tas yang berisi banyak buku. Namun bila masa belajar usai- buku buku dilempar dan kebiasaan belajar banyak yang terhenti secara total. Buku hampir tidak tersentuh lagi. Majalah dan korang yang dibaca juga dipinjaman dari kantor atau dari tetangga. Mereka tidak butuh buku dan bahan bacaan lagi, namun mereka lebih peduli untuk mengejar gaya hidup.

Kaum pria dan wanita sama saja, mereka juga butuh gaya hidup. Ada para pria yang setiap kali duduk sibuk membahas tentang merek mobil atau berencana untuk ganti mobil. Para wanita sibuk membahas pernak pernik tentang penampilan rumah agar terlihat mewah. Sering percakapan di tempat kerja berubah total, bukan membahas tentang bagaimana menjadi pekerja yang professional namun bagaimana untuk meningkatkan gaya hidup.

Sebahagian orang gara-gara sibuk membicarakan tentang gaya hidup dan penampilan, namun hampir hampir tidak punya waktu untuk mengurus keluarga. “Tugas ku adalah memikirkan kesejahteraan dan penampilan rumah dan urusan pendidikan anak kan bisa diserahkan ke sekolah dan ke guru les mereka”.

Pedulilah dengan gaya gaya hidup atau penampilan, karena penampilan kita menjadi pandangan pertama bagi orang lain dalam menyukai atau tidak menyukai kita. Gaya hidup perlu diimbangi dengan kompetensi hidup. Bukankah setiap orang ingin terlihat cantik luar dan dalam. Namun kalau kita mengutamakan gaya hidup dan mengabaikan kualitas diri, maka ini adalah kesenjangan dalam diri. apa lagi demi mengejar gaya yang penuh pelipur atau fatamorgana. Cantik di luar saja, yang ideal adalah, sekali lagi, cantik luar dalam. Maka kejarlah gaya hidup dan kejar pula kualitas diri untuk kehidupan ini.

(note: Zamroni (2000). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : Bigraf Publishing)

Tidak ada komentar:

Welcome

Selamat datang ke BOX saya
singgahlah
lihat-lihat apa saja hidangan yang ada dalamnya
mana tahu TUAN dan PUAN berkenan
ya download lah
terima kasih
Febrianto Ichigawa