Sabtu, 27 Juni 2015

Otodidak Untuk Memacu Prestasi

Otodidak Untuk Memacu Prestasi
By:Marjohan Usman
Guru SMAN 3 Batusangkar
 
            Bangsa kita, Indonesia, sempat memiliki tokoh nasional yang cukup terkenal di dunia, mereka adalah seperti Presiden Sukarno, Hamka, Haji Agus Salim, dan banyak lagi. Bagaimana mereka bisa terkenal pada masa lalu, yaitu di era tahun 1950 hingga tahun 1980-an ? Salah satu penyebabnya adalah karena mereka cukup memberi pengaruh terhadap masyarakat di Indonesia dan di dunia. Pengaruh ini terbentuk melalui cara berfikir mereka. Perlu kita pertanyakan bahwa mengapa mereka bisa menjadi terkenal dan memberi pengaruh ke pada dunia, pada hal ditinjau dari segi pendidikan bahwa pada masa itu Indonesia belum memiliki system pendidikan yang bagus dan berkualitas, namun mereka bisa menjadi orang yang berpengaruh melalui kualitas pribadi mereka yang mereka bentuk secara otodidak. Memang betul bahwa belajar secara otodidak bisa mengubah dunia.
Otodidak atau autodidak (dari bahasa Yunani, autodídaktos bearti "belajar sendiri") merupakan orang yang tanpa bantuan guru atau pembimbing bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan dasar empiris yang besar dalam bidang tertentu. Mereka mendapatkan pengetahuan tersebut dengan belajar sendiri. Yang menariknya dari orang otodidak, karena mereka mampu mempelajari sesuatu dengan baik dan dibarengi oleh prakteknya, sebagian dari mereka mampu mengungguli kemampuan orang yang belajar ilmu yang sama dengan cara dibimbing.
Indonesia termasuk kategori negara baru di dunia, karena muncul dan resminya terbentuk di tahun 1945. Sebelumnya Indonesia yang juga disebut dengan Nusantara terdiri dari beberapa Kerajaan yang makin lama makin lemah karena mereka tidak memiliki system pertahanan dan militer yang memadai akhirnya dengan mudah dikuasai dan ditaklukan oleh bangsa Eropa terutamanya Belanda. Namun pada masa penjajahan juga muncul beberapa orang yang bisa menjadi tokoh dan berpengaruh. Mereka menempa diri mereka melalui belajar di sekolah yang di bentuk oleh Penjajahan Belanda atau sekolah yang dibentuk oleh masyarakat local, mungkin berbentuk pesantren dan dengan fasilitas yang sangat minim. Namun usaha belajar secara otodidak telah mengantarkan mereka menjadi orang hebat di dunia, sebut saja seperti beberapa tokoh nasional kita, Muhammad Natsir, Sukarno, Buya Hamka, Haji agus Salim, Raden Ajeng Kartini, dan Lain- lain.
Beberapa kisah tokoh yang menjadi berpengaruh secara otodidak perlu saya paparkan agar bisa memberi motivasi bagi pembaca buku ini. Bagi pembaca yang sedang menuntun ilmu dan juga yang mungkin tidak lagi mengenyam pendidikan di bangku sekolah, yang tidak punya kesempatan untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah entah karena hambatan financial atau lainnya, bahwa untuk menjadi sukses dan mengubah dunia bisa kita lakukan dengan belajar secara otodidak.
1. Otodidak Presiden Sukarno
Semua orang yakin bahwa belajar adalah cara yang jitu untuk mengubah hidup. Belajar mengubah seseorang menjadi lebih cerdas dan lebih berkualitas. Belajar bisa membuat seseorang menjadi kaya dalam pengalaman atau dalam finansial. Oleh karena itu banyak orang memandang belajar sebagai investasi untuk meraih masa depan.
Belajar dengan sarana lengkap dan moderen bisa membuat seseorang jadi sukses, itu adalah hal yang biasa. Namun belajar dengan suasana bersahaja, dukungan lingkungan juga bersahaja namun oleh prakarsa dan proses kreatifitas yang dilakukan hingga menghasilkan kesuksesan yang luar biasa. Ini baru namanya suatu hal yang hebat. Itulah yang dilakukan oleh tokoh tokoh hebat dalam sejarah dunia, seperti Abraham Lincoln (presiden pertama Amerika Serikat), Thomas Alfa Edison (penemu listrik), Albert Einstein (Ahli Fisika), Bung Karno (Presiden pertama Indonesia), dan beberapa tokoh besar lainnya. Mereka menjadi tokoh besar bukan diperoleh secara kebetulan, tetapi diperoleh melalui proses kreatif yang selalu mereka lakukan, dan proses kreatif yang sudah menjadi gaya hidup mereka.
Banyak pelajar sekarang yang belum mengenal bagaimana proses belajar yang hebat itu. Paling sering mereka hanya terbiasa belajar karena selalu diberi komando dalam belajar oleh orang tua dan guru. Atau mereka pergi ke pusat Bimbel (bimbingan belajar) atau pergi belajar ke rumah guru agar jadi pintar. Di pusat bimbinan belajar atau di rumah guru merekapun hanya sebatas mengolah soal soal ujian matematika, fisika, kimia, biologi, dan bahasa Inggris, pokoknya pelajaran yang menjadi acuan dalam ujian nasional. Namun apakah ini yang dinamakan sebagai proses belajar yang kreatif ?
Belajar sebagaimana yang digambarkan di atas baru hanya sebahagian kecil dari proses belajar, hanya sekedar menguasai konsep, dan belum lagi disebut sebagai belajar yang sejati. Untuk melakukan proses belajar yang hakiki atau belajar yang sejati maka kita bisa mengambil cermin diri dari tokoh sejarah, misal bagaimana Presiden Sukarno (Bung Karno) pada waktu kecil belajar dan melakukan proses kreatifitas yang lain (?).
Membaca adalah kebiasaan positif yang selalu dilakukan Bung Karno sejak kecil. Apa alasan mengapa Bung Karno harus gemar membaca, rajin belajar dan belajar tentang segala sesuatu ?  Didorong oleh ego yang meluap-luap untuk bisa bersaing dengan siswa-siswa bule, maka Bung Karno sangat tekun membaca, dan sangat serius dalam belajar. Ketika belajar di HBS- Hoogere Burger School  Surabaya, dari 300 murid yang ada dan hanya 20 murid saja yang pribumi (satu di antaranya adalah Bung Karno) yang sulit menarik simpati teman-teman sekelas. Mereka memandang rendah kepada anak pribumi sebagai anak kampungan. Namun Bung Karno adalah murid yang hebat sehingga satu atau dua guru menaruh rasa simpati padanya.
Rasa simpati gurunya, membuat Bung Karno bisa memperoleh fasilitas yang  lebih untuk “mengacak-acak atau memanfaatkan” perpustakaan dan membaca segala buku, baik yang ia gemari maupun yang tidak ia sukai. Umumnya buku ditulis dalam bahasa Belanda. Problem berbahasa Belanda menghambat rasa haus ilmunya (membaca buku yang ditulis dalam bahasa Belanda). Entah strategi apa yang ia peroleh secara kebetulan, namun Bung Karno punya jalan pintas (cara cepat) dalam menguasai bahasa Belanda. Bung karno menjadi akrab dengan noni Belanda sebagai kekasihnya. Berkomunikasi langsung dalam bahasa asing (Bahasa Belanda) adalah cara praktis untuk lekas mahir berbahasa Belanda. Mien Hessels, adalah salah satu kekasih Bung Karno yang berkebangsaan Belanda.
Dalam usia 16 tahun, Bung Karno fasih berbahasa dan membaca dalam Bahasa Belanda. Ia sudah membaca karya besar orang-orang besar dunia. Di antaranya dalah Thomas Jefferson dengan bukunya Declaration of Independence. Bung Karno muda, juga mengkaji gagasan-gagasan George Washington, Paul Revere, hingga Abraham Lincoln, mereka adalah tokoh hebat dari Amerika Serikat. Tokoh pemikir bangsa lain adalah seperti Gladstone, Sidney dan Beatrice Webb juga dipelajarinya. Bung Karno juga mempelajari ‘Gerakan Buruh Inggris” dari tokoh-tokoh tadi. Bung Karno juga membaca tentang Tokoh Italia, dan ia sudah bersentuhan dengan karya Mazzini, Cavour, dan Garibaldi. Tidak berhenti di situ, Bung Karno bahkan sudah menelan habis ajaran Karl Marx, Friedrich Engels, dan Lenin. Semua tokoh besar tadi, menginspirasi Bung Karno muda untuk menjadi maju dan smart.
Penelusuran atas dokumen barang-barang milik Bung Karno di Istana Negara, yang diinventarisasi oleh aparat Negara yang ditemukan setelah ia digulingkan. Dari ribuan item miliknya, hampir 70 persen adalah buku. Sisanya adalah pakaian, lukisan, mata uang receh, dan pernak-pernik lainnya. Harta Bung Karno yang terbesar memang buku.
Dari biografinya (Sukarno As retold to Cindy Adams) diketahui bahwa betapa dalam setiap pengasingan dirinya, baik dari Jakarta ke Ende, dari Ende ke Bengkulu, maupun dari Bengkulu kembali ke Jakarta, maka bagian terbesar dari barang-barang bawaannya adalah buku. Semua itu, belum termasuk buku-buku yang dirampas dan dimusnahkan penguasa penjajah. Apa muara dari proses belajar sepanjang hidup yang sangat kreatif adalah mengantarkan Bung Karno menjadi Presiden yang pernah memperoleh 26 gelar Doktor Honoris Causa. Jumlah gelar doktor yang ia terima dari seluruh penjuru dunia, 26 gelar doktor HC yang  rinciannya, 19 dari luar negeri, 7 dari dalam negeri. Ia memperoleh gelar doctor HC dari Far Eastern University, Manila: Universias Gadjah Mada,  Yogyakarta: Universitas Berlin: Universitas Budapest: Institut Teknologi Bandung: Universitas Al Azhar, Kairo: IAIN Jakarta: Universitas Muhammadiyah Jakarta: dan universitas dari negaralain seperti Amerika Serikat, Kanada, Jerman Barat, Uni Soviet, Yugoslavia, Cekoslovakia, Turki, Polandia, Brazil, Bulgaria, Rumania, Hongaria, RPA, Bolivia, Kamboja, dan Korea Utara.
Kemudian, bagaimana masa kecil dan proses kreatifitas  Bung Karno yang lain? Agaknya Bung Karno telah memiliki jiwa leadership (kepemimpinan) sejak kecil, karena apa saja yang diperbuat Bung Karno kecil, maka teman-temannya akan mengikuti. Apa saja yang diceritakan Bung Karno kecil, maka teman-teman akan patuh mendengarkannya. Oleh teman-temannya, Bung Karno bahkan dijuluki “jago”. karena gayanya yang begitu “pe de”. Itu pula yang mengakibatkan ia sering berkelahi dengan anak anak Belanda.
Ada satu karakter yang tidak berubah selama enam dasawarsa kehidupannya. Salah satunya adalah karakter pemuja seni. Ekspresinya disalurkan dengan cara mengumpulkan gambar bintang-bintang terkenal. Karena kecerdasan dan keluasan wawasannya sejak kecil maka pada usia 12 tahun, Bung Karno sudah punya gang (pasukan pengikut yang setia). Kalau Bung Karno bermain jangkrik di tengah lapangan yang berdebu, segera teman temanya mengikuti. Kalau Karno diketahui mengumpulkan prangko, mereka juga mengumpulkannya.  Kalau “gang” mereka bermain panjat pohon, maka Bung Karno akan memanjat ke dahan paling tinggi. Itu artinya, ketika jatuh Bung Karno pun jatuh paling keras daripada anak-anak yang lain. Dalam segala hal, Bung Karno selalu menjadi yang pertama mencoba. “Nasib Bung Karno adalah untuk menaklukkan, bukan untuk ditaklukkan”.
Bung karno menganut ideologi ‘berdiri di atas kaki sendiri’. Saat menjadi presiden Bung Karno dengan gagah mengejek Amerika Serikat dan negara kapitalis lainnya: “Go to hell with your aid.” Persetan dengan bantuanmu. Ia mengajak negara-nega-ra sedang berkembang (baru merdeka) bersatu. Pemimpin Besar Revolusi ini juga berhasil mengge-lorakan semangat revolusi bagi bangsanya, serta menjaga keutuhan NKRI. Bung Karno juga memiliki slogan yang kuat yaitu “gantungkan cita-cita setinggi bintang untuk membawa rakyatnya menuju kehidupan sejahtera, adil makmur”.
Bung Karno adalah juga orator Ulung. Gejala berbahasa Bung Karno merupakan fenomena langka yang mengundang kagum banyak orang. Kemahirannya menggunakan bahasa dengan segala macam gayanya berhubungan dengan kepribadiannya dan latihan latihan berpidato yang ia lakukan. Ketika masih belajar Bung Karno sering berlatih berpidato sendirian di depan kaca dan juga berbicara di depan gang nya.  Bung Karno juga gemar menuliskan opini-opininya dalam bentuk artikel. Kumpulan tulisannya dengan judul “Dibawah Bendera Revolusi”, dua jilid. Jilid pertama boleh dikatakan paling menarik dan paling penting karena mewakili diri Soekarno sebagai Soekarno. Tulisanya yang lain dengan judul “Nasionalis-me, Islamisme, dan Marxisme” adalah paling menarik dan mungkin paling penting sebagai titik-tolak dalam upaya memahami Soekarno dalam gelora masa mudanya.
Apa yang dapat kita jadikan I’tibar (pembelajaran) dari uraian di atas (dari kehidupan Bung Karno) dan kita hubungkan dengan cara belajar dan gaya hidupm kita ? Bahwa membaca adalah kebiasaan positif yang perlu selalu dilakukan. Sebagaimana halnya Bung Karno membaca buku-buku berbahasa asing (bahasa Belanda). Untuk membuat bahasa asingnya lancar adalah dengan mempraktekan/menggunakan bahasa tersebut dengan orang yang mahir (pribumi maupun orang asing). Setelah lancar berbahasa asing/ bahasa Belanda, ia tidak cepat merasa puas dan berhenti belajar. Ia malah membaca biografi tokoh tokoh besar di dunia dan juga buku buku berpengaruh di dunia sehingga ia memiliki wawasan dan cara pandang yang luas.
Untuk menjadi sukses maka juga perlu punya prinsip hidup “mandiri atau berdikari (berdiri pada kaki sendiri), jangan terlaku suka untuk mencari bantuan. Kemudian juga penting untuk mengembangkan pergaulan/ teman yang banyak untuk melakukan proses bertukar fikiran. Juga penting untuk melatih jiwa pemimpin- bukan jiwa penurut, pasif atau pendengar abadi.
Selanjutnya bahwa juga penting mengembang kemampuan berbicara/ berpidato lewat latihan sendiri dan berpidato didepan kelompok. Kemampuan berbicara/ berpito perlu didukung oleh kemampun menulis, karena membuat pidatio punya kharismatik an menarik. Ini dapat dikembankan melalui latihan demi lathan. Untuk menjadi maju maka kita perlu pula memiliki keterampilan berganda (menguasai seni, olah raga, dekat dengan Manusia dan dengan Sang pencipta (Allah Azza Wajalla) serta mencari inspirasi dari tokoh hebat. Maka salah satunya gaya belajar Bung Karno juga bisa menjadi inspirasi bagi kita.
2. Otodidak Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini lahir pada tahun 1879 di kota Rembang. Ia anak salah seorang bangsawan, masih sangat taat pada adat istiadat. Setelah lulus dari Sekolah Dasar ia tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi oleh orangtuanya. Ia dipingit sambil menunggu waktu untuk menikah. Kartini kecil sangat sedih dengan hal tersebut, ia ingin menentang tapi tak berani karena takut dianggap anak durhaka. Untuk menghilangkan kesedihannya, ia mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku ilmu pengetahuan lainnya yang kemudian dibacanya di taman rumah yang ditemani Simbok (pembantunya).
 Akhirnya membaca menjadi kegemarannya, tiada hari tanpa membaca. Semua buku, termasuk surat kabar dibacanya. Kalau ada kesulitan dalam memahami buku-buku dan surat kabar yang dibacanya, ia selalu menanyakan kepada Bapaknya. Melalui buku inilah, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa (Belanda, yang waktu itu masih menjajah Indonesia). Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan Indonesia. Perempuan tidak hanya di dapur tetapi juga harus mempunyai ilmu. Ia memulai dengan mengumpulkan teman-teman perempuannya untuk diajarkan tulis menulis dan ilmu pengetahuan lainnya. Ditengah kesibukannya ia tidak berhenti membaca dan juga menulis surat dengan teman-temannya yang berada di negeri Belanda. Tidak berapa lama ia menulis surat pada Mr.J.H Abendanon. Ia memohon diberikan beasiswa untuk belajar di negeri Belanda.
Beasiswa yang didapatkan Kartini tidak sempat dimanfaatkannya karena ia dinikahkan oleh orangtuanya dengan Raden Adipati Joyodiningrat. Setelah menikah ia ikut suaminya ke daerah Rembang. Suaminya mengerti dan ikut mendukung Kartini untuk mendirikan sekolah perempuan. Berkat kegigihannya Kartini berhasil mendirikan Sekolah Perempuan di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon dan daerah lainnya. Nama sekolah tersebut adalah “Sekolah Kartini”. Ketenarannya tidak membuat Kartini menjadi sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
Pada tanggal 17 september 1904, Kartini meninggal dunia dalam usianya yang ke-25, setelah ia melahirkan putra pertamanya. Setelah Kartini wafat, Mr.J.H Abendanon memngumpulkan dan membukukan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada para teman-temannya di Eropa. Buku itu diberi judul “Door Duisternis Tot Licht” yang artinya “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Raden Ajeng Kartini sudah lama meninggalkan kaumnya namun ide, fikiran dan cita-citanya tentu selalu relevan dengan zaman sekarang. Namun bagaimana realita perempuan sekarang kalau kita rujuk kepada pribadi Raden Ajeng Kartini ?.
Umumnya perempuan sekarang memang sudah banyak yang memperoleh pendidikan. Ada yang memperoleh emansipasi dan pendidikan tinggi. Namun sebahagian besar baru sebatas bisa membaca (melek huruf) dan sebatas bisa berhitung (melek angka) dengan cita-cita masih yang kerdil atau tidak memiliki cita-cita sama sekali, karena bingung dengan kondisi masa depan. Pribadi mereka pun banyak yang masih rapuh- mudah putus asa. Ada yang terlalu manja dan terlalu cengeng.
Beberapa karakter mereka yang lain yang perlu dikritik karena begitu kontra dengan karakter kartini. Yaitu gaya hidup hedonisme (terlalu memuja kemewahan dan kesenangan hidup) dan konsumerisme. Gejala-gejala ini sudah terlihat sejak kaum perempuan duduk di bangku SLTA, menjadi Mahasiswa dan setelah dewsa kelak. Agaknya Kartini tetap senang melihat kaumnnya menjadi cantik, namun ia akan gerah bila melihat para perempuan yang pemalas- malah bergerak, malas belajar, malas bekerja, banyak menggantungkan hidup pada orang tua, kakak atau terlalu menunggu komando dari suami. Karakter yang ideal dengan harapan Kartini- sesuai dengan kodrat perempuan timur/ perempuan Indonesia adalah seperti karakter yang terdapat dalam uraian singkat tentang Kartini tadi.
Bahwa Kartini tahu dengan adat istiadat dan tidak memungut adat/budaya  luar tanpa filter- adat yang menjunjung tinggi etiket (tata krama berpakaian, berbicara, bersikap) tanpa harus memungut gaya hidup yang glamour hingga lupa diri. Kartini takut dianggap sebagai anak durhaka (maka ia tidak mau menentang orang tua) berarti ia bersikap bijaksana dalam mengangkat harga diri.
Meskipun Kartini menikah tapi ia tidak berhenti dalam belajar. Ia masih setia mengoleksi buku (mengumpulkan buku-buku yang berkualitas) dan melakukan otodidak- belajar mandiri atau belajar sepanjang hayat (long life education). Ia melakukan korespondensi untuk bertukar fikiran dengan orang yang juga punya wawasan dan malah membuka diri untuk menguasai bahasa Asing (Bahasa Belanda).
Cukup kontra dengan kebanyakan perempuan sekarang yang hanya belajar hingga universitas atau selagi masih bersekolah. Kemudian tidak pernah menyentuh buku lagi setelah dewasa atau setelah berkeluarga sehingga fikirannya membeku atau mengristal. Maka cukup berbanding lurus kalau ibu yang berhenti belajar menciptakan keluarga/anak-anak yang juga kurang berhasil dalam bidang akademik atau kehidupan, dan lantas kemudian menuduh sekolah sebagai biang kerok kegagalan.
Buku bacaan Kartini bisa jadi buku level orang orang yang hidup di Eropa (Belanda) pada masa itu. Sebab mayoritas kartini membaca buku terbitan Belanda  dan menulis buat sahabatnya J.H Abendanon juga dalam Bahasa Belanda. Ini berarti bahwa dalam usia seputar 20 tahun, tanpa pergi Les Bahasa Inggris   Kartini sudah menjadikan Bahasa Internasional (Bahasa Belanda) sebagai bahasa kedua dalam hidupnya. Sekali lagi bahwa cukup kontra dengan pemuda dan pemudi sekarang yang belajar bahasa asing yang hanya sekedar mampu bercakap dan mengatakan “hello, how are you….. what is your name”, namun tidak pernah membaca dan menamatkan buku-buku berskala internasional dalam bahasa Inggris/ Perancis, bahasa Jepang atau (juga) bahasa Arab- sesuai dengan bahasa yang mereka pelajari. Mereka menguasai bahasa asing cukup sederhana saja, hanya sekedar mencari muka dan mencar nilai buat rapor dan penyenang hati orang tua.
Karakter Kartini yang lain adalah bahwa ia tidak egois dan mengutamakan diri (self-fish). Walau ia cerdas namun ia dalam usianya yang muda sudah/ dan selalu mencerdaskan kaum perempuan dengan gratis/ penuh ikhlas dalam ruangan yang sederhana- hanya ada ruangan dengan bangku dan papan tulis- inilah disebut dengan sekolah kartini. Saat itu ia menjadi perempuan ternama karena usahanya, namun ia tetap rendah hati, dan  tidak sombong.
Zaman begitu cepat berlalu, produk teknologi dan ICT saling berpacu. Tayangan program media cetak dan media elektronik dari berbagai stasiun televisi bukan membuat orang makin kenal dan akrab dengan Kartini. Apalagi nama, ide dan pemikiran Kartini jarang disinggung dan dikupas. Ini  membuat sosok Kartini nyaris terlupakan kecuali hanya sekedar nyanyian “Ibu kita Kartini” yang dengan setia masih dilantun oleh anak-anak SD sambil berlarian atau hanya sekedar upacara seremonial tiap tanggal 21 April untuk memperebutkan kontes perempuan anggun dengan kebaya dan dan sanggul indah.
Terus terang pakaian kebaya dan sanggul yang besar tidak ada artinya apabila karakter hidup kontestan dan kaum perempuan yang lain sangat kontra dengan pribadi, prilaku atau karkter Kartini. Sebelum Kartini nyaris terlupakan maka buru burulah mencari biografi Kartini, temui hikmah darinya dan ikuti suri teladannya- jadikanlah gaya hidup Kartini sebagai gaya hidup kaum perempuan Indonesia kembali.

D. Otodidak, Belajar Tanpa Memperoleh Ijazah
            Motivasi saya untuk menulis tentang betapa pentingnya selalu “memiliki semangat belajar yang kuat bagi generasi muda” semakin menggebu. Apalagi melihat fenomena sekarang, anak anak, pelajar dan mahasiswa semakin lemah animo mereka buat pergi ke perpustakaan untuk mendapatkan bacaan. Mereka perlu tahu bahwa buat menjadi maju dan dihargai perlu memiliki ilmu dan pengalaman yang luas. Tidak bisa memperoleh pendidikan di tempat favorite atau tersandung oleh factor financial buat menuntut ilmu, itu semua tidak begitu masalah. Karena Otodidak bisa menjadi solusi buat menjadi sukses.
Ketika sedang browsing di internet, saya menemukan beberapa tokoh panutan yang semuanya sukses tanpa mengandalkan ijazah mereka dan bahkan tidak pernah menyelesaikan sarjana mereka. Yang menjadi kunci sukses mereka adalah ketrampilan dan keahlian mereka serta semangat tidak menyerah disaat mereka jatuh kedalam kegagalan. Mereka selalu melakukan otodidak atau melakukan self-learning (belajar mandiri) dalam hidupnya. Penulis cantum kan tiga orang dalam karier yang berbeda, yaitu Andy Lores Noya (Jurnalis), Adam Malik (Tokoh Politik) dan Andrie Wongso (Pengusaha).
a) Andy Flores Noya
Karena kecintaannya kepada dunia tulis-menulis sejak beliau kecil ditambah pula dengan kemampuannya menggambar kartun dan karikatur mengantarkan dirinya menjadi wartawan cetak di beberapa perusahaan ternama seperti majalah Tempo, Bisnis Indonesia dan Matra.Sampai akhirnya Andy menjadi pemimpin redaksi Metro TV dan berhasil juga menjadi pembawa acara terpopuler Kick Andy yang disiarkan di Metro TV. Acara ini selalu menjadi sorotan publik dan disukai banyak orang karena memberikan edukasi,pengalaman,dan riwayat hidup sesuai fakta.
Kalau melihat latar belakang Andy yang adalah seorang teknik,kenapa dia bisa berhasil di lingkungan yang berbeda yakni dikarenakan keseriusannya menggeluti bidang yang disukai,dunia jurnalistik yang dijadikan sebagai jalan hidupnya. Karena itu gelutilah dengan serius apa yang menjadi hobby atau kesukaan kita,tanpa melihat latar belakang dan ijazah kita dan diiringi doa akan menjadi jalan sukses bagi kita.

b) Adam Malik
Adam Malik Batubara (Dilahirkan di Pematang Siantar,22 Juli 1917). beliau juga tidak kalah fenomenal terutama sukses yang didapatkannya. Adam Malik dijuluki juga "si kancil" ini lebih disebabkan karena kelincahan,kebebasan dan keaktifannya dalam berbagai organisasi yang dijalaninya,sehingga membawa dirinya pernah menjabat sebagai Menteri pada beberapa Departemen,seperti menteri Luar Negeri dan juga jabatan tertingginya sebagai Wakil Presiden RI yang ketiga.
Kalau melihat kesuksesannya memegang beberapa jabatan di pemerintahan mungkin kita berpikir bahwa beliau adalah lulusan luar negeri,tapi siapa sangka pendidikan yang beliau tempuh hanya lulusan sekelas SD yakni di Hollandsch Inlandsche School (HIS) ,Madrasah dan ilmu secara otodidak. Akan tetapi semangat beliau untuk sukses dan kemampuannya dalam berorganisasi dengan asas kebebabasan sehingga melahirkan azas politik luar negeri "bebas-aktif" ketika beliau menjabat menjadi Menteri Luar Negeri.
Kalau kita renungkan pendidikan yang ditempuh Adam Malik hanya HIS,Madrasah,dan otodidak masih mungkinkah pada zaman sekarang ini tanpa pendidikan formal dapat menempuh karier yang gemilang ? jawabannya mungkin saja karena ini kembali kepada pribadi yang menjalani dan jangan takut untuk gagal, karena kegagalan adalah awal kesuksesan, terus melangkah dan lihat kedepan.

c) Andrie Wongso
Tokoh selanjutnya adalah Andrie Wongso, siapa sih dia ..? yang mempunyai gelar SDTT (Sekolah Dasar Tidak Tamat), tetapi bisa menjadi the number one motivator di indonesia, wooww...sungguh hebat bukan ijazah saja tidak punya tapi dia menjadi sangat sukses seperti sekarang ini.
Kalau melihat kesuksesannya sekarang itu adalah wajar karena merupakan bayaran dari perjuangannya yang memilukan selama ini. Dia bukanlah berasal dari keluarga berada melainkan dari seorang keluarga miskin dari malang bahkan di usianya ke 11 tahun (6 SD) dia terpaksa berhenti dari sekolah, dikarenakan sekolah Tionghoa tempat dia bersekolah ditutup dan akhirnya ia menjual kue di pasar dan toko. Tapi kondisi tadi tidak mematahkan semangatnya untuk menjadi orang sukses dan tidak ada dibenaknya sedikit pun perasaan malu. Dengan sikap tegar dalam menghadapi kemiskinan inilah yang membentuk pribadinya lebih kuat lagi terutama disaat orang tuanya meninggal, ini menjadi pukulan yang berat bagi dirinya.
Berbagai pekerjaan dijalaninya tanpa ada perasaan malu dalam dirinya sampai kuli disebuah toko pernah dijalaninya semua dengan semangat untuk menggapai kesuksesan. Bukan mustahil juga ada perasaan lelah bahkan jatuh akan tetapi semua itu dikalahkan dengan semangat dan motivasi di dalam dirinya untuk meraih kesuksesan.
Hingga akhirnya ia merintis usaha sebagai pengusaha pembuatan kartu ucapan, ini juga tidak langsung berhasil karena banyak liku yang dilalui berbagai penolakan dan hambatan menghampiri, tetapi semangatnya untuk sukses tidak penah hilang. Dari awalnya dia merintis usahanya dari door to door akhirnya usahanya berhasil dan sekarang siapa yang tidak kenal dengan perusahaannya yakni Harvest yang bergerak pada pembuatan kartu ucapan motivasi ini. Semangat dan motivasi dirinya selama mengarungi perjalanan yang sulit dituangkan ke dalam filosofi saat dia menyampaikan training motivasi yakni " Success is My Right ".
" Masa saya yang SD tidak tamat saja bisa sukses,lha wong kalian yang sarjana,tamat SMA dan lahir dari keluarga mampu , nggak sukses " begitu ucapan Pak Andrie saat memberikan motivasi.
Maka berbahagialah orang yang miskin dan sekolah rendah tapi mempunyai jiwa yang besar untuk berhasil jangan pernah menyerah... kegagalan adalah kunci keberhasilan yang tertunda.

Tidak ada komentar:

Welcome

Selamat datang ke BOX saya
singgahlah
lihat-lihat apa saja hidangan yang ada dalamnya
mana tahu TUAN dan PUAN berkenan
ya download lah
terima kasih
Febrianto Ichigawa